Hallo
para penggemar! Semua labilholic di seluruh penjuru dunia, baik yang berbahasa
Indonesia maupun yang tidak. Apa kabar kalian semua? Waduh, lumayan lama juga
sejak terakhir Petualang Labil membuat cerita konyol tanpa manfaat bagi kalian,
bukan? Sory lah. Belakangan ini kesibukkan benar-benar menyita waktu dan
tenaga, jadi cerita yang sebenarnya dijadwalkan bulan Oktober malah molor sampe
November.
Well,
labilholic, Petualang Labil sangat mengerti perasaan kalian karena kalian selama
ini disiksa rasa kangen yang menusuk sampai sendi. Yang penting, kalau sakit,
bawa mobil hati-hati yah, jangan sampai menabrak tiang listrik yang berdiri
tenang tanpa dosa, membuat kalian menjadi korban laka lantas. Dada sesak,
benjolan sebesar bakpao, hingga akhirnya berpotensi mengalami gegar otak.
Nah,
cerita Petualang Labil kali ini adalah perjalanan ke salah satu kota di
Indonesia yang berbatasan secara langsung dengan negara tetangga. Kabupaten
Belu yang dimaksudkan Petualang Labil. Ngomong-ngomong, kalau ke kota yang
ibukotanya Atambua itu, rasanya tuh kota bikin nyaman. Sumpah, ini baru pertama
kali Petualang Labil main ke Atambua. Itu kesan pertama yang langsung ngena ke Petualang
Labil sebelum menyusuri salah satu tempat keren yang berada di sana. Tempat itu
bernama Fulan Fehan.
Berbicara
soal mengalami patah hati, berpetualang adalah satu dari obat yang memiliki
efek sangat manjur. Dicoba saja, tempuh perjalanan sejauh 300 kilometer lebih
dari Kota Kupang hingga Atambua. Duduk sekitar enam jam di atas motor, gak
kerasa pantat kita yang padat itu akan lebur. Kalau pantat sakit, masih
mengeluh urusan hati?
Labilers
kali ini cuman dua orang saja. Cuman ada @rudiadu yang bersedia berpetualang
bersama Petualang Labil. Berangkat dari Kupang sekitar pukul 14.00, Labilers
tiba di Atambua lebih dari pukul 20.00 malam. Makan dulu, istirahat, isi tenaga
buat besok ke Fulan Fehan.
Pagi
hari di Atambua tidaklah mengecewakan. Matahari yang terbit dari timur, persis
di sebelah Gunung Lakaan seperti menjadi ikon kota ini. Beberapa orang sudah
jogging disekitar lapangan. Kalau Petulang Labil yang sudah sering lari
kenyataan ini, tidak perlu jogging lagi. Kita enaknya motret sunrise bang.
Sekarang,
perjalanan dimulai! Dimulai dengan menyalahi aturan lalu lintas dulu. Jalur
satu arah, Labilers tempuh menjadi dua arah. Ditegur sama pak polisi, kita
hampir saja disliding pake kecepatan 80 km/jam. Lalu labilers diantar seorang
bapak yang baik hati sampai ke luar kota. Dari situ perjalanan terus kami
tempuh, melewati beberapa bukit, lama perjalanan sekitar dua jam, dan sampailah
di pintu masuk menuju Fulan Fehan. Melegakkan juga pas sudah sampai.
“Melegakkan,
katamu?”
Aku
bergulat dengan batinku. Fulan Fehan adalah sebuah padang yang letaknya berada
di atas perbukitan. Sepertinya ini bisa menjadi salah satu perjalanan yang
tidak mudah. Labilers harus menggunakan jalan menanjak nan berbatu. Gila!
Rasanya ke mau membuat pengakuan ke orang cewek kalau anaknya sedang kita
pacari. Jelas tidak mudah. Kalau lu diterima yah lu mujur. Kalau ditolak yah,
nasib.
Satu
hal yang benar-benar tidak boleh kalian lewatkan apabila ingin berpetualang.
Jangan lupa untuk, makan! Benar, makan! Ini bukanlah kalian itu orang dari suku
tertentu yang sering makan lima sampai enam piring sehari atau bukan. Energi
adalah hal mutlak yang dibutuhkan tubuh apabila ingin berpetualang. Dan
Labilers melakukan kesalahan, tidak sarapan. Akhirnya, mendaki hingga keringat
dingin. Enak si Rudi make motor. Gue, mikul tas, kaki gemetar. Tapi, tidak
menyesal juga, karena Petualang Labil bisa mengambil beberapa gambar keren.
Ketika
sampai di puncak, padang Fulan Fehan menyambut dengan angin yang kencang.
Hampir saja Labilers jatuh motor, tapi untunglah Rudi yang membawa motor bisa
mengontrolnya dengan baik. Hamparan rumput hijau yang perlahan menguning
terhampar begitu rapi. Beberapa ekor kuda bersantai, sambil ngemil
rumput-rumput yang ada di sana. Mengagumkan. Inilah Fulan Fehan, yang selama
ini membuat Petualang Labil selalu penasaran dengan eksotismenya.
Tidak
kalah membuat jatuh cinta juga adalah perbukitan yang ada di sekitar Fulan
Fehan ini. Lembah yang mempertemukan kaki-kaki bukit itu terlihat elok jika
diperhatikan dari atas. Atap rumah-rumah kecil membuat tempat tersebut terlihat
seperti kota Texas, salah satu negara bagian yang berada di Amerika Serikat.
Bagian
yang paling menarik dari Fulan Fehan? Petualang Labil sangat menyukai angin di
Fulan Fehan. Selalu saja membuat ngantuk. Rasanya ingin tenggelam dalam tidur,
merasakan nyamannnya merebahkan diri, melihat kuda-kuda yang menyantap
rerumputan di atas tempat yang melahirkan rekor Indonesia itu.
Beberapa
orang mungkin tidak terlalu menyukai Fulan Fehan yang tampak seperti kekeringan
itu. Tapi biar Petualang Labil katakana sesuatu. Hijau atau tidak rerumputan, semuanya
tergantung bagaimana kita menikmatinya. Intinya adalah, syukuri ciptaan Tuhan.
Jangan lupa juga untuk melestarikannya. Simpan dalam memori anda untuk tidak
membuang sampah sembarangan. Kita bisa menyimpannya sementara di tas milik
kita. Dan juga, tidak boleh vandal. Dua hal yang paling mudah kita lakukan
sebagai pengujung agar tempat yang kita kunjungi tidak tercemar.
Texas
in Fehan, keindahan Tuhan yang membuat kalian tidak akan pernah mendustai
kemulian-Nya. Jadilah petualang yang baik, sekalipun kalian masih menjomblo.
Stay calm, stay unyu, salam Petualang Labil.
No comments:
Post a Comment