Laman

Tuesday, September 29, 2020

City of Mangrove

Kembali lagi ke sini, di Blog Petualang Labil! Gimana kabar kalian semua di tengah pagebluk Covid-19 ini? Petualang Labil berharap kita semua sehat dan bahagia, tidak jatuh sakit baik kita maupun keluarga kita semuanya.

Masih menghibur Labilholic sekalian, Petualang Labil akan melanjutkan cerita Petualang Labil saat bersama teman-teman mengarungi tempat-tempat menakjubkan di Kabupaten Sikka. Kemarin memang Petualang Labil menyisipkan cerita ke Rumah Pengasingan Soekarno di Kabupaten Ende, sekarang Petualang Labil akan membawa kalian semua menuju ke Hutan Bakau di Kabupaten Sikka.


Hari sudah hampir sore dan, belum ada satupun dari antara Labilers yang bergerak mempersiapkan diri untuk trip kali ini. Semuanya masih malas-malasan karena panasnya Kota Maumere.

“Sebentar, dikit lagi, masih terlalu vulgar (panas),” Vester masih baring-baring dari tadi. Petualang Labil malah sudah selesai mandi dari kosan Luis dan mereka belum selesai siap untuk berangkat, kecuali Nacha yang lagi ngelap mukanya memakai beberapa macam perawatan yang membingungkan.

“Biar ewh, daripada burik!?”

Tuh muka kalau tidak dipakai lagi ingin aku rombak kek Sanji bongkar muka milik Duval. 

Semuanya akhirnya selesai bersiap sekitar pukul 14.00 wita. Matahari yang memang panas perlahan turun panasnya setelah minum paracetamol, bersamaan dengan warnyanya yang pudar menjadi jingga. Tapi tetap saja panas cuaca di sana bikin berkeringat kendati sudah mandi.




Rombongan akhirnya berangkat sekitar pukul 14.30 wita. Tempat pertama yang dituju adalah Hutan Bakau yang terletak di Desa Reroja di Kecamatan Magepanda, sekitar 30 km dari kota Maumere. Bakau yang menghutan ini ditanam oleh seorang bapak yang sudah meninggal, dikenal dengan nama Baba Kong. Beliau menanam banyak bakau sebagai respon dari bencana tsunami yang menghantam Maumere pada Desember 1992.


Pesona hutan bakau ini berdiri pada lahan seluas 70 ha. Agar wisatawan bisa berkeliling di hutan bakau ini, disediakan jembatan kayu yang menjadi sarana agar pengunjung bisa berjalan, sebab kalau tidak, hanya ada lumpur dan rawa dosa, yang akan menelan kalian dan hanya tinggal penyesalan.

“Iya bang, nanti kita tidak bisa jalan-jalan di dalam hutan bakau kalau jembatan kayu tidak ada ewh.”

Selain jembatan kayu disediakan juga dua pondok kecil di area hutan bakau yang dapat digunakan untuk beristirahat. Pada ujung jembatan kayu juga ada sebuah tower yang dibangun menggunakan bambu agar pengunjung dapat menikmati pemandangan hutan bakau dari tempat yang tinggi.

“Yang penting naik hati-hati dengan pengendalian chakra yang sempurna.”



Pada bagian luar area hutan, Labilers mendapati pantai dengan garis pantai yang panjang. Hutan bakau yang baru saja Labilers lalui dan menikmati oksigen menyegarkan daripadanya, tampak seperti diapiti oleh bukit dan pantai. Tentu saja Chent langsung meminta untuk dipotret, pun Puput yang sebelumnya beristirahat di bangku pinggir pantai meminta untuk dipotret setelah Chent menyelesaikan sesinya.



Kira-kira sampai sini ada pertanyaan?

“Ya pak! Semalam saya mendapatkan uang Rp. 5000 dari ayah saya dan tidak saya bagikan kepada adik saya. Pertanyaannya, kenapa ibu mau menikahi ayah saya?”

Oh, mungkin jawabannya adalah dia mau melihat lagi foto pantai itu. Ini, aku kasihkan lagi.



Nah, laki-laki berkacamata ini kalau kalian suka silahkan dibawa pulang. 

Demikian dari Petualang Labil untuk cerita City of Mangrove ini. Baba Kong adalah individu yang hebat, melahirkan Hutan Bakau ini sebagai kepeduliannya terhadap lingkungan. Dicibir dan dihina karena tidak memilih menanam kelapa dan tanaman perkebunan lainnya, akhirnya usaha Baba Kong ini bermanfaat bahkan untuk para pencibirnya juga. Tujuan sederhana agar kalau terjadi tsunami, air dapat tertahan di Hutan Bakau, sekarang dinikmati bahkan oleh orang-orang dari luar negeri sebagai titik wisata yang patut dikunjungi.

Setelah melihat apa yang dilakukan Baba Kong, Petualang Labil meyakini, Baba Kong adalah Hashirama Senju, pengguna Mokuton dengan jutsu yang dapat melahirkan hutan. Walaupun diberi penghargaan oleh Pemerintah Indonesia, dia tetap rendah hati dan mengatakan bahwa hal tersebut dilakukan untuk sesamanya. Benar-benar sikap seorang hokage sejati!

Terima kasih Baba Kong untuk inspirasi dari kepedulian anda! Cerita selanjutnya adalah, Kembali ke Tanjung Kajuwulu!