Laman

Tuesday, June 12, 2018

Into The Middle of Flores


Hay Labilholic dimana saja berada! Jumpa lagi dengan tulisan kece bernilai guna kecil ala traveler lugu, polos dan baik hati, dimana lagi kalau bukan Petualang Labil! Pembaca sedunia bertepuk tangan kegirangan, bahagia melimpah ruah, karena kali ini Petualang Labil kembali memberikan suguhan yang mungkin tidak kalian nantikan sama sekali. Sedih juga  yah.
Okey, di tulisan kali lalu, Petualang Labil sudah membahas tentang Teluk Gurita yang terletak di Kabupaten Belu. Yang belum baca, tinggal klik disini saja. Dan yang penasaran dengan edisi Juli 2018 ini, Petualang Labil akan menceritakan tentang Pulau Flores.
“Pulau Flores itu luas, mau ceritakan apanya?”


Yap! Pertanyaan itu baru saja menyelamatkan dunia. Seperti judulnya, Middle of Flores, Petualang Labil akan membahas soal titik tengah dari Pulau Flores. Labilholic ada yang pernah berpikir demikian? Tentang titik tengah dari Pulau Flores? Belum ada? Atau mungkin pernah melihat tandanya, tapi mengabaikan begitu saja? Tenang saja, kalian akan mengetahuinya dengan dua cara. Membaca blog ini, dan pergi langsung.

Middle of Flores letaknya persis di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Perjalanan menuju Middle of Flores sangat membuat Petualang Labil antusias. Perjalanan ini bermodalkan cerita dari Daniel Wolo, sosok penyuka moke yang sudah menampung Petualang Labil selama berada di Kabupaten Ende. Nekat chuy, berangkat!
Middle of Flores letaknya 17 kilometer dari Kota Ende menuju Maumere. Petualang Labil berangkat sendirian. Banyak yang sudah menjadi solo traveler, tapi ini yang pertama bagi Petualang Labil. Perjalanan memakan waktu sekitar 45 menit. Jangan pernah merasa kecil hati pada waktu yang terurai selama perjalanan.
“Mengapa? Walaupun waktu yang dibutuhkan untuk move on jauh lebih lama.”
Karena, pemandangan sepanjang perjalanan pastinya akan membuat kalian tersihir. Lidah kalian akan terjulur keluar! Bola mata kalian akan melompat bagai pimpong, dan jantung kalian akan berdegup kencang akan keindahan pemandangan sepanjang perjalanan menuju Middle of Flores.

Bukan main! Kelihatannya sama seperti film King Kong. Kalian merasakan itu? Tidak? Menurut kalian lebih mirip seperti di film Jurassic Park? Bukan juga? Welcome To The Jungle!? Lalu pemandangan ini menurut kalian lebih mirip film apa?
God must be crazy.
Yap! Kiranya dokter segera menyembuhkan mata batinmu karena film itu mengambil setting tempat di Afrika dan tampak sangat kering, seingat Petualang Labil. Sedangkan di sini, bukit hijau terbentang, dan di sepanjang sisinya ada jalan yang berkelok-kelok yang mampu membuat penumpang mobil mabuk karena bau kampas rem. Atau mungkin digantung, digantung ketidakpastian.
Ada baiknya menikmati pemandangan ini. Spot yang Petualang Labil suka adalah di sekitaran kilometer 14, dekat Pembangkit Listrik Tenaga Hydro. Provinsi Nusa Tenggara Timur saat bulan Januari memang diberkati dengan musim hujan yang tinggi. Tapi siapa yang tahu, mungkin kalian tahu walaupun tempe, bahwa tingginya curah hujan menciptakan beberapa air terjun musiman di sekitar kilometer 14 Kabupaten Ende? Seingat Petualang Labil ada sekitar tujuh hingga sembilan air terjun musiman tersebut. Sayang sekali sulit diabadikan, soalnya modal cuman hape doang. Zoom in pecah, foto standar malah tidak kelihatan. Kapan endorsement bang?
Sudah puas berfantasi? Sekarang kita bergerak menuju titik tengah Pulau Flores. Tiga kilometer tersisa, pemandangannya masih saja membuat Petualang Labil tetap ngiler. Hamparan bukit kelas wahid! Pada bagian kaki bukit mengalir aliran sungai yang lumayan deras. Sepanjang jalan Petualang Labil cuman bisa wooow wooow ria.

Akhirnya, tiba juga di titik tengah Pulau Flores.
“Bagaimana mungkin kamu bisa tahu, kalau tempat itu adalah Middle of Flores?”
Nah, seperti yang Petualang Labil katakan sebelumnya ada satu tanda yang bisa kita lihat bahwa titik tersebut merupakan titik tengah Pulau Flores. Tanda itu adalah sebuah batu. Pada batu tersebut direkatkan sebuah prasasti yang bertuliskan Floresweg Geopeno.
“Artinya?”
Petualang Labil belum mengetahui pasti tentang arti kata Floresweg Geopeno. Namun selain tulisan berbahasa Belanda tersebut, pada prasasti juga terpampang tulisan lain yaitu 31/8-1925. Jelas ini merupakan tanggal, hanya saja Petualang Labil belum mengetahui pasti tanggal tersebut untuk memperingati suatu momentum tertentu. Tapi yang paling bisa diduga, tanggal 31/8-1925 merupakan tanggal dipasangnya prasasti pada batu tersebut. Pemerintahan Belanda saat membuka jalan trans Flores lah yang menetapkan titik tersebut sebagai titik tengah Pulau Flores. Petualang Labil belum mengetahui tolak ukur seperti apa yang digunakan sebagai penentuannya.
Kisah mistis juga meliputi batu yang ditempeli prasasti tersebut, labilholic. Batu tersebut dalam bahasa Ende Lio disebut dengan Watu Gamba, yang artinya batu gambar, atau dalam konteks realnya batu yang memberi tanda bahwa titik tersebut merupakan titik tengah Pulau Flores. Terletak di Desa Tomberabu 2, batu berukuran Hulk, atau mungkin sedikit lebih kecil, oleh masyarakat setempat dipercaya dapat berubah wujud menjadi seorang gadis dengan paras rupawan. Sayang sekali, gadis itu tidak boleh digoda oleh pria-pria berkharisma seperti kita ini.
“Sepertinya, mistis juga.”
Seperti itulah. Laki-laki yang melintas Watu Gamba dianjurkan untuk menekan hormon testosteron agar tidak coba-coba menggoda gadis itu. Kalau saja kalian berani, setelah pulang ke rumah kalian akan didera sakit yang membawa kalian menghadap Grim Reaper. Kalau melintas di sana sebaiknya membunyikan klakson sebagai tanda permisi.
Watu Gamba memiliki kembaran yang diberi nama Rewa Nganggo. Kalau Rewa Nganggo ini merupakan jelmaan laki-laki rupawan yang bersama Watu Gamba berada di titik tengah Pulau Flores. Kedua penjaga tersebut juga dipercaya mengambil rupa lain seperti binatang ular atau kera. Pengendara yang melihat hewan tersebut apabila melintas di sana, diharapkan untuk membiarkan hewan tersebut melintas, barulah boleh melanjutkan perjalanan.
“Engko tidak merasa takut kah?”
Itu dia! Justru itu! Dengan segala ketidaktahuan ini Petualang Labil langsung berangkat tanpa berpikir apapun tentang cerita mistis di Watu Gamba. Wah gila! Kalau pun Petualang Labil mengetahui hal tersebut, boro-boro berangkat, niat pun aku urungkan. Ya ampun, untung saja ja’o masih sangat disayang Tuhan. Bayangkan di sana, Petualang Labil main sendirian, foto-foto, nongkrong di dekat prasasti choy. Untung juga Petualang Labil pakai smartphone buat foto-foto, kalau tidak, bisa dikira jelmaan Rewa Nganggo aku ini. Aku adalah laki-laki yang rupawan juga loh.
“Sayang, kamu jomblo.”
Lumayan panjang juga yah? Semoga saja bisa menghibur dan memiliki nilai informatif bagi labilholic semuanya. Sebenarnya Petualang Labil berpikir, mengapa tempat yang memiliki nilai historis dan kearifan lokal seperti ini hanya dibiarkan begitu saja? Pemerintah mungkin bisa mengelolanya kan? Bisa saja, tapi mungkin sering terjadinya longsor di sana menjadi penghambat terbesar agar tempat tersebut bisa dikelola.
Sekian dari Petulang Labil, Into The Middle of Flores edisi kali ini. Labilholic, jangan lupa untuk terus melestarikan warisan lokal yang kita miliki. Kalau kalian ingin melakukan kegiatan traveling, maka jadilah seorang traveler yang memiliki jiwa positif. Junjung tinggi kearifan lokal kita, dan tentu saja tidak buang sampah sembarangan dan vandalisme. Salam lestari, salam Petualang Labil.