Laman

Friday, December 16, 2016

Oebali Chuyy


Terbang bersama angin dari satu tempat ke tempat lain. Banyak yang mengatai kutu loncat, bolang, tapi dengan trend travelling yang sangat menggema saat ini, mungkin bukan hal yang dipandang aneh, apabila kalian bepergian. Save money dengan bijak, get your right time, injak!
Tanggal 22 Mei 2016, saya memutuskan untuk pergi ke Pantai Batu Burung, terletak di Desa Oebali, jalur selatan yang melintang di Pulau Timor. Ketika mendengar tentang Pantai Batu Burung, mungkin tidak banyak yang mengetahui tentang pantai ini. Anda akan lebih akrab bila menyebutkan Pantai Oebali, barulah banyak yang akan mengiyakan pernyataan anda. 
Perjalanan kali ini tidak memakan biaya yang terlalu banyak. Bisa dikatakan, ini adalah perjalanan low cost, karena kita hanya menghabiskan uang bensin dan membayar biaya pass untuk masuk ke kawasan pantai.
Siang itu, sudah hampir tengah hari, bersama dengan rombongan, kami melakukan perjalanan dari Kota Kupang. Karena letaknya di Kabupaten Kupang, kami pun melintasi Jalur 40 menggunakan kendaraan pribadi, melewati Oenesu, Sulamu, sebelum akhirnya tiba di Oebali. Perjalanan memakan waktu tidak sampai 60 menit. Awalnya jalan aspal mulus, kamu akan merasa dimanjakan. Sayang, mendekati tujuan, jalanan masih berpasir, dan sesekali dijumpai bebatuan yang menghadang derap langkah kami. Rasanya sebuah hubungan percintaan pun memiliki perjalanan yang mulus dan berbatu seperti perjalanan ini.

“Ini tanjakan bikin mati ketong.”
Roni, temanku itu mengeluh. Bukan tanpa alasan memang, karena ada satu titik sebelum pintu masuk pantai di mana terdapat satu jalan menanjak yang rusak parah. Bukan aspal, namun bebatuan yang menjadi alas ban motor. Karenanya, beberapa teman yang dibonceng mesti rela berjalan kaki sejenak sedangkan yang lain berusaha mengendalikan kuda besi hingga tiba di puncak jalan menanjak.

“Lumayan menantang!”
Benar! Bagai klimaks! Akses jalan tadi seperti sebuah game dengan level mudah hingga sulit. Ketika menang, tinggal menikmati kemenangan itu. Tanjakan Penakluk Niat, begitu kira-kira aku menamainya, adalah akhir cobaan percintaan, karena setelahnya sekitar 300 meter adalah pintu masuk ke Pantai Batu Burung.
“Rp. 5000,- pak.”
Penjaganya menagih sambil menengadahkan tangannya dengan secarik kertas kecil berupa karcis. Aku merogo sakuku, ternyata tidak ada uang. Ya sudah, aku minta kakak Chent saja yang membayarnya.
“Makasih banyak bos.”
Begitulah Indonesia. Seperti kata Marshall Sastra, di Indonesia, semua orang bisa jadi bos.
Pantai ini tergolong salah satu pantai selatan. Bukan rahasia lagi bahwa Pulau Timor memiliki garis pantai selatan yang sangat panjang. Karena itu, pantai ini juga memiliki reputasi, sehingga wajib dikunjungi. Banyak pengunjung yang datang ke sana. Bagi saya pribadi, terlalu banyak orang seperti ini agak mengganggu. Saya tidak bisa membangun relasi intim dengan alam pantai di sini. Relasinya sama Dimas Kanjeng Taat Pribadi?

Kami menyempatkan makan siang bersama di sana. Setelah makan siang sambil menunggu sunset, bermain bersama ombak adalah hal yang menyenangkan. Tahu khan, ombak pantai selatan itu lumayan menyeramkan? Tapi hari itu ombaknya tidak terlalu ganas, ataukah mungkin ombak di Pantai Oebali merupakan pengecualian dari pantai selatan lainnya? Tidak penting, karena ombak di sini bisa membuat kamu manja. Tiduran di atas air, lalu ombaknya datang dan kalian terayun-ayun. Yang penting adalah kalian harus tetep terjaga, karena jika tertidur, mungkin kalian bangun di Australia.

Mendekati matahari yang hampir ditelan lautan, bersama rombongan kami melakukan sedikit peerjalanan dengan berjalan kaki menuju tebing di sebelah utara. For your information, pantai ini memiliki dua sisi berbeda. Di satu sisi, pantai adalah hamparan pasir putih yang panjang membentang ke arah barat. Sisi lain yang berlawan adalah bebatuan yang menantang, yang terbentuk dengan rapi. Dipengaruhi oleh pukulan-pukulan ombak selama bertahun-tahun, bebatuan besar di pantai ini akhirnya memiliki bentuk dengan pola-pola yang disiplin.

Dan, tentu saja, sebuah batu berukuran raksasa berbentuk burung. Inilah mengapa nama pantai ini adalah Pantai Batu Burung, oleh karena di sini terdapat sebuah batu berbentuk seperti burung, lebih seperti burung pipit kalo dilihat dari bentuknya.

Setengah jam trekking, kami akhirnya tiba di sebuah bukit kecil di ujung pantai. Dari tempat ini, pemandangan laut yang luas dan tak berujung bisa kami nikmati dengan sangat nyaman. Menikmati segelas kopi, bersama dengan beberapa snack sangat nikmat tentunya. Namun, akan membunuh para jomblo jika melihat orang lain sedang berpadu asmara sambil menikmati suasana romantis ini.
Bola cahaya yang disebut matahari itupun sungguh mempesona. Ia perlahan tenggelam, masuk ke dalam lautan, mengistirahatkan dirinya dari perjalanan panjang dari timur ke barat. Kini ia masuk perlahan, membawa kami untuk segera beranjak dari sana. Pulang, pulang ke rumah, dimana cinta dan kasih sayang yang disemai semenjak kita kecil sudah menunggu kedatangan kami dari Pantai Batu Burung, Oebali.


Dan begitulah, sedikit basa-basi pengalaman perjalanan saya ke Oebali. Sangat nikmat tentunya. Tiada rasa terima kasih selain syukur kepada Tuhan atas berkat alam yang sudah diciptakan-Nya dengan penuh kesempurnaan tanpa cela. Manusia patut mencicipi setiap kenikmatan ciptaan Tuhan, dan wajib menjaga alam ciptaan-Nya. Lakukan hal-hal kecil seperti tidak membuang sampah sembarangan, atau tidak membuat tindakan vandalisme yang hanya bisa merusak. Yang penting, hormati alam, maka alam akan menyuguhkan kepada kita keindahan-keindahannya. Dan yang terakhir, selalu bersyukur untuk hidup yang telah Tuhan percayakan pada kita. Terima kasih.