Laman

Wednesday, February 14, 2018

Yeah, Kolibari Yeah!



Wohoooooo!
Wohoooooo!
Sepanjang membelah jalanan kota Ende, sepertinya si Labil kerasukan. Yap! Setelah sekian lama tidak melaksanakan ritual adventure, kali ini bisa terlaksana lagi. Bayangkan! Bagaimana penderitaan itu menggerogoti jiwanya yang selalu bebas bersama angin yang berhembus di antara dedaunan dan bercahaya di bawah lembayun senja?

Waduhh, Ja’o lupa menyapa. Hai, Labilholic yang sekerang berada di manapun, yang pastinya sedang berada di depan gadget anda masing-masing, apa kabar? Apa, kamu berada di belakang gadget kamu? Terus, bagaimana kamu membaca artikel ini?
“Menghadapkan screen gadget ke depan cermin dan mulai membacanya,”
Buset, nyari kerjaannya sampe segitunya. Aku tahu kamu jomblo, tapi please jangan gila.
“Yups,”
Well, kembali ke kenyataan hidup. Petualang Labil kali ini bertolak menuju Kota Pancasila, Kota Ende, kota yang toleransinya sangat tinggi, menurut pengamatan Petualang Labil. Serius choy, di Ende sini penduduk mayoritas beragama Katolik dan Islam, tapi sekat agama itu cuman ilusi yang tidak akan bisa membatasi kehidupan sosial masyarakatnya. Hidup rukun dan damai sudah dijalani penduduk di Ende sejak dahulu. Mereka tenang, tidak seperti si ibu X yang masih bertanya “Kamu agamanya apa?” kepada orang yang bersebelahan dengannya di angkutan umum. Ja’o sedih sekali.
Nah, Petualang Labil di edisi kali ini ditemani oleh @danielwolo dan @luispenu. Jadi selama di Ende, @danielwolo yang membantu dalam hal akomodasi dan transportasi selama seminggu di sana. Keren kan? Punya kenalan di mana-mana tuh emang keren chuy. Kalau @luispenu kerjanya di Kabupaten Ngada, letaknya bersebelahan dengan Kabupaten Ende. Kebetulan dia ada di Ende, jadi kita jalannya sekalian. Kami adalah Labilers!

Tentang bagaimana Labilers bisa tersesat di Kolibari, Petualang Labil diajak oleh @danielwolo yang berteman dengan guide kita kali ini yaitu Tuteh Pharmantara. Karena keduanya bekerja di tempat yang sama yaitu Universitas Flores di Ende, @danielwolo menceritakan kepada Ka Tuteh, sapaan akrabnya, tentang Petualang Labil. Nah, jadinya Labilers diajak bersatu dan memberantas semua penjahat di dunia Marvel Cinematic Universe dalam Avengers Invinity Wars. Ini, efek dari mimpi jadi Spiderman.
Hari saat itu mendung, mendung murung sambil makan tempurung di dekat sangkar burung dan hidup yang hampir tak berujung. Sore harinya kami bertolak ke Kolibari. Labilers menggunakan kendaraan motor roda dua.

Petualang Labil bersama kak Deni, sapaan @danielwolo. Nah kalau dari depan, Petualang Labil tidak kelihatan karena tubuh Ka Deni yang lebar, jadi yang dibonceng di belakang tidak kelihatan. Kalau dilihat dari belakang malah Ka Deni tampak seperti pakai tas. Becanda bang Dewo, becanda.
Jarak tempuhnya sekitar 30 menit, bahkan kurang. Lalu lintasnya lancar karena mertua sudah merestui perjalanan ini. Kita bergerak menuju barat kota Ende. Kolibari terletak di atas bukit, namun bisa ditempuh menggunakan sepeda motor karena akses jalan sudah dibuka di sana. Kalau tidak, kata Awi, masyarakat Kolibari, jalannya berbahaya. Ada satu titik tanjakan yang hampir lurus walaupun tidak miring. Mobil kalau lewat sepertinya agak bahaya. Please, jangan dikritik karena saya tidak memberikan kartu kuning kepada Presiden. Saya sadar, bahwa infrastruktur juga untuk menunjang pembangunan manusia, bukan hanya untuk segelintir orang yang memiliki mobil.
“Kena deh,”
Nah, sebagaimana perbukitan banyak yang ditumbuhi tanaman, apalagi musim hujan tanaman tumbuh dengan keadaan gizi yang sangat baik dan mengkilap hijau. Pun dengan tanaman di sepanjang perjalanan mendaki ke Kolibari. Tampak rimbun. Beberapa titik tanaman itu terbuka dan dari sana kota Ende terlihat sangat jelas. Klimaksnya, adalah Bukit Pandang Kolibari. Wooow! Amazing view!

Wohoooooo! Cekreekk!
Wohoooooo! Cekreekk!
Petualang Labil seperti kerasukan lagi. Dari sana, landscape kota Ende terbentang dari timur ke barat. Menuju ke timur adalah jalan lintas Ende-Maumere, dan di sebelah barat adalah kawasan Pantai Ndao. Beuh, kesempurnaan dunia ini diciptkan oleh Tuhan dan diwakili oleh hamparan pemandangan kota Ende yang dinikmati dari Bukit Pandang Kolibari. Seruput kopi dan rasakan ketika angin berselancar di atas kulitmu akan meningkatkan kesempurnaan ciptaan Tuhan.

Setelah menikmati kenikmatan melalui pandangan mata, saatnya memanjakan usus. Lambung terus menggaruk dinding perut, jadi Labilers memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke pusat Desa Kolibari. Pemandangan mama yang sedang menenun kain dan kaum adam sedang mengerjakan rumah adat menyambut Labilers. Ka Tuteh dielu-elukan sepanjang jalan walaupun dia tidak ikut dalam perburuan gubernur tahun ini. Sesampainya, air kelapa melicinkan tenggorokan sehingga ubi, pisang, sambal ikan teri hingga ayam bakar meluncur tanpa hambatan. Makan ala Luffy chuy.


Kampung Kolibari ini memberikan pesona kota Ende dari ketinggian. Karena posisi strategis ini, akhirnya dibuka wisata paralayang pertama di Nusa Tenggara Timur. Is it great, right?
“Hell yeah, man!”
Nah, kalian harus datang untuk mencobanya, Labilholic. Daripada keluar NTT seperti di Jawa, modal Rp. 300.000 menggunakan pesawat dari Kupang, kalian sudah bisa datang ke Ende untuk menikmati olahraga yang memacu adrenalin itu. Labilholic bisa menerbangkan paralayang sendiri, tapi kalau belum punya lisensi, Labilholic akan didampingi oleh instrukturnya. Jadi kalau tidak kuat menjomblo, kalian akan didampingi psikiater. Segera! Sebelum gila!
Untuk start penerbangan, akan dimulai dari Bukit Kelimara. Kalian akan terbang mengelilingi kota Ende, dan mendarat di kawasan Pantai Ndao. Dan, terhitung Februari ini Labilholic sudah bisa menikmati wisata yang diresmikan secara langsung oleh Marsel Petu, bapak Bupati Ende.


Gimana? Untuk sebuah kampung yang selama ini mensenyapkan diri mereka, Kolibari bisa menjadi kampung pertama yang memberikan wisata yang pertama kali dibuka di Nusa Tenggara Timur adalah sebuah prestasi yang hebat kan? Oh iya dong. Sudah seharusnya setiap tempat di Nusa Tenggara Timur untuk memanfaatkan potensi alamnya untuk menarik banyak orang menikmati kenikmatan hakiki itu. Masyarakat harus terus diberikan edukasi agar bisa menjadi masyarakat kreatif yang mandiri membangun diri, dan bisa berdampak pada bangsa.
Ups, jangan lupa untuk menjaga selalu keindahan alam ciptaan Sang Agung. Salam Petualang Labil!