Laman

Monday, August 17, 2020

Jas Merah

“Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah!”

Ungkapan yang sudah tidak asing lagi di telinga masyakarat Indonesia. Ungkapan yang diberikan oleh Presiden Republik Indonesia yang pertama, Ir. Soekarno, pada pidato kenegaraannya yang terakhir sebagai seorang presiden pada tahun 1966, menandakan bahwa sejarah adalah lembaran yang tidak boleh dilupakan, tentang tulang yang patah dan darah yang tumpah, untuk Merah Putih agar berkibar dan terus berkibar di bumi Nusantara, Indonesia!

Wankawanka, edisi bulan Agustus ini Petualang Labil akan membawa kalian menuju ke satu tempat di Kabupaten Ende, tempat dimana Pancasila dikonsepkan pertama kalinya oleh Proklamator kita Ir. Soekarno. 


Jadi nih guys, Kabupaten Ende terletak di Pulau Flores. Kita bisa menempuh menggunakan pesawat dari Kota Kupang, dan dibawa terbang burung besi sekitar 45 menit. Pendaratan pesawat dilakukan di Bandara H. Hasan Aroeboesman. Letaknya cukup dengan hotspot perjalanan kita kali ini. Tapi nih Wankawanka, Petualang Labil saat itu ke sana cukup berjalan kaki sebab penginapan Petualang Labil dengan dengan Rumah Pengasingan Bung Karno.

Untuk rumah pembuangan Bung Karno, cukup mudah dijumpai karena letaknya berada di tengah kota, beralamat di Jalan Perwira Kelurahan Kota Raja. Bangunannya yang masih dipertahankan keasliannya dengan kondisi saat Bung Karno dibuang pada 14 Januari 1934 hingga 18 Oktober 1938 tersebut memudahkan kita untuk menemukannya.


Oleh karena telah dilindungi oleh undang-undang, pengelolaan situs ini dimaksimalkan secara baik. Bukan hanya bentuk rumahnya yang dipertahankan keasliannya, melainkan tata letak ruangan serta perabotan juga ditata menurut tempatnya masing-masing ketika rumah tersebut masih ditempati oleh Bung Karno.

Sambutan ketika Petualang Labil masuk  bersama Luis Penu masuk ke dalam rumah ini adalah lukisan “Pura Bali” yang dilukis secara langsung oleh Bung Karno. Bukan hanya lukisannya saja yang dipamerkan, melainkan juga Kayu Kliping yang digunakan oleh Bung Karno untuk menjadi penjepit lukisan agar media lukis menjadi rata dan mudah untuk dilukis.


Di sebelah kiri pintu masuk ada beberapa benda lain seperti biola dan tongkat yang sering digunakan oleh Bung Karno. Dikatakan bahwa pada awalnya Bung Karno merasa frustasi sebab status sebagai tahanan politik Belanda pada saat itu harus membawanya untuk menjalani hukuman, bahkan hubungannya dengan keluarga bangsawan di Ende dibatasi oleh Belanda. Lama-kelamaan Bung Karno menggunakan moment tersebut untuk menyapa masyarakat kecil di Ende dan bertemu dengan misionaris-misionaris seperti Gerardus Huijtink yang saat itu menjadi Pastor Paroki di Ende, dan tongkatnya, digunakan untuk menemani perjalanannya.


Di bagian belakang ada kamar tidur Bung Karno dan istrinya saat pengasingan, Inggit Gamasih. Kamar tidur masih lengkap dengan tempat tidur dan kelambu serta lemari yang pernah digunakan oleh Bung Karno. Bersebelahan dengan kamar tidur adalah ruang yang digunakan untuk berdoa oleh sang proklamator.


“Maaf pak numpang nanya, kamar kecil sebelah mana yah?”

Kamar kecil berada di bagian belakang rumah, tepatnya dekat dengan sumur. Dulu sekali di rumah tersebut tidak ada air untuk minum, namun diusahakan oleh Bung Karno bersama teman-temannya untuk mencari air, hingga akhirnya sumur tersebut digali agar airnya digunakan untuk kebutuhan makan-minum, kebersihan, hingga untuk sholat.


Bergerak ke arah selatan, Petualang Labil bersama Luis menuju ke Taman Permenungan Bung Karno. Tidak satupun dari kita yang tidak tahu Pancasila. Ende merupakan kota dimana Lima Mutiara Bangsa Indonesia ini lahir, dan di bawah Pohon Sukun pada taman itulah, Bung Karno melahirkan pemikiran tersebut yang hingga saat ini kita letakkan sebagai fondasi kehidupan berbangsa kita. 

Pohon Sukun yang dulunya menjadi tempat permenungan Bung Karno tentu sudah tidak ada lagi, akhirnya diganti dengan Pohon Sukun lain, sebagai tanda pada tempat tersebutlah Bung Karno mengkonsepkan Pancasila sebagai falsafah Bangsa Indonesia.

Yang menjadi icon dari taman tersebut adalah Patung Bung Karno yang sedang duduk di sebuah bangku panjang sembari menatap ke laut. Karena banyak yang menyempatkan berfoto di sana, ya sekalian Petualang Labil juga.


“Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah!”

75 tahun adalah perjalanan yang panjang dari sebuah bangsa untuk hidup. Beraneka ragam bahasa dan budaya dipersatukan Bung Karno, idenya berasal dari tempat ini. Dia berjuang hingga akhirnya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Hari ini kita lihat bencana penyakit corona, tanah yang dirampas, Hak Asasi Manusia yang terus dilanggar, lingkungan yang makin digerus ketamakkan, semua problem bangsa ini seperti ulat dalam daging bangsa kita. Momen kemerdekaan ini mari kita ingat kembali semua perjuangan pendahulu bangsa kita agar kita bisa bersatu membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Jika mereka sudah memulai perjalanan Bangsa Indonesia dengan darah dan air mata, saatnya kita melanjutkannya dengan peluh kita. Ibu Pertiwi tidak perlu menangis lagi.

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pendahulunya,”

Selamat merayakan Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ke-75. Jaya selalu Indonesia,  salam Petulang Labil!