Hallo
Labilholic! Gimana sarapan kalian pagi ini? Enak gak? Sarapannya apa sih? Keju?
Roti coklat? Roti bakar? Roti tawar? Atau teman? Makan teman dong kalau begitu.
Tapi apapun sarapan kalian, itulah yang sebaiknya kalian awali di pagi hari.
Ada yang bilang awali dengan sebuah senyum. Jangan dipercaya, paling jam 10
udah lapar lagi.
By
the way, kita ketemu lagi di blog paling nyeleneh se-dunia persilatan antar
provinsi, apalagi kalau bukan Petualang Labil! Ya iya dong, bukan Petualang
Jomblo. Kasihan banget, jaman sudah maju ke begini dan lu masih single? Kalau
masih mau sendiri, noh gabung Uji Nyali, biar sekalian lihat orang umpan hantu
pake anak orang lain. Berharap dapatnya uang, lu malah kerasukan.
Well
Labilholic di mana pun kalian saat ini sarapan, Petualang Labil punya cerita
kece. Jauh dari ekspetasi romantic? Yolah, that’s not our style, tapi lumayan
buat kalian cengengesan sendiri-sendiri di sudut kamar mandi. Kenapa bisa
begitu? Karena tempat ini keren banget! Tempat lokal, cita rasa internasional!
Mau di mana lagi, kalau bukan Pantai Liman di Semau!
Perjalanan
kali ini, ada satu teman baru. namanya Itha Fono. Nah, dia itu mengikuti
program Kuliah Kerja Nyata dari kampusnya. Lokasi yang dia harus tempati adalah
Pulau Semau. Wih, itu adalah pulau di mana Pantai Liman bermain bersama
matahari. Selain Itha, ada juga Theo Billy (@theo_billy) dan juga Cheuntungan
per kapita (@chent_tinny). Nih anak berdua emang sering menjadi teman jalan
Petualang Labil.
Jadi,
awalnya, Petualang Labil sudah berselancar beberapa waktu belakangan buat cari
tahu soal Pantai Liman ini. Pas ketemu si Itha, dia bilang tahu jalan ke sana,
dan bersedia kalau jalan bareng. Kalian tahu rasanya gayung bersambut? Wuih,
segar banget bro! Ini adalah kesempatan yang tidak boleh dihilangkan. Kemudian
Chent dan Theo juga bergabung. Mereka juga penasaran dengan Pantai Liman, dan
jadilah kami, Labilers!
Berangkatnya
dari Kupang yah, kita melalui Pelabuhan Tenau. Di sana, cari saja tempat
bersandar perahu-perahu kayu. Nanti tumpangi perahu kayu bermesin. Kalau lu mau
pake dayung juga boleh, biar bisa merasakan perjuangan menjemput pelaminan. Ya
elah malah curhat.
Harga
tumpangan perahu kayu juga bisa dibilang tergolong murah, 50.000 rupiah untuk
satu kendaraan roda dua. Motor yang kita bawa dinaikkan ke kapal, dan kita
bersiap untuk membelah laut menuju Pelabuhan di Pulau Semau. Motor dan kapalnya
jalan, lu berenang pelan-pelan dari belakang. Rumah sakit dekat gaes.
Sampai
di Semau, Labilers langsung tancap gas! Tidak langsung ke Pantai Liman, tapi
singgah dulu ke keluarga Itha yang sudah menunggu. Wih, nih anak ikutan program
KKN dari kampus, dapat keluarga di Pulau Semau. Itu anak bergaul enak. Dan
tidak disangka-sangka, mereka menjamu dengan sarapan. Makanya dari tadi
Petualang Labil selalu menyerukan soal sarapan. Labilers jadi malu, tapi kalau
lapar ya sudah sikat aja! Satu, senangnya di kita, susahnya di orang lain.
Nah,
Labilers ditambah satu lagi. Uba, cowok dari Itha, menemani kami menuju ke
Pantai Liman. Jadi kalau Labilholic berpikir bagaimana Itha mendapatkan
keluarga di Semau, jawabannya adalah, dia berpacaran dengan Uba. Simple, tapi
si Uba juga dibuat repot jadinya. Karena dia anak Semau, kita tidak perlu takut
tersesat. Dua, senangnnya di kita, susahnya di orang lain.
Setelahnya,
Labilers langsung menuju Pantai Liman. Bro, singgah dikit boleh lah, kan ada
spot yang keren, okey? Yap, dan kita singgah sebentar di sebuah padang. Sedikit
kecoklatan? Bukan masalah, karena aku menyebut itu eksotik. Ayo buruan foto.
Setengah
jam, labilers kembali melanjutkan perjalanan. Emang untung juga ada Uba dan
Itha, kalau tidak labilers benar-benar bisa tersesat chuy. Jalannya
membingungkan, karena banyak persimpangan. Jalan berbatu di Semau tidak masalah,
tapi kalau tersesat di Semau? Hih, jangan lah. Besok kita masih kerja chuy.
Nah,
sebelum masuk ke kawasan Liman, ada juga spot keren buat dipakai foto. So
instagramable! Labilers jelas akan singgah sebentar buat ambil gambar. Ingat,
kita tidak ambil apapun selain gambar guys.
Sekitar
satu jam perjalanan, akhirnya sampai juga di Pantai Liman! Wow! Sangat sangat
cantik! Nih pantai kalau cewek, dia adalah Putri yang bisa mengalahkan
Cindirela! Sungguh penuh keindahan! Alasan itulah yang membuat Labilers
berjingkrak-jingkrak kegirangan, seakan-akan berhasil melepas masa jomblonya!
Puas
mengambil puluhan gambar, labilers mendaki bukit Liman. Seperti yang Petualang
Labil katakan, Pantai Liman layaknya seorang Putri, dan bukit ini adalah mahkotanya.
Kami pun menanjak ke atas bukit. Kejutan lainnya, benar-benar bikin shock!
Pantainya masih bersambung. Pasir putih panjang itu masih berlanjut. Tuan
Putri, maukah kau menikah dengan ku?
Tuan
Putri: Omong deng?
Sebelum
pulang, enaknya rendam dulu. Walaupun Petualang Labil sempat ‘muka kecil’
karena handphone tertinggal di sisi lain Pantai Liman (untung pantainya sepi
dari orang banyak) tapi masih cebur juga setelah handphone didapatkan kembali.
Kalau hilang tuh barang, habis nyawamu. Bukan Petualang Labil, tapi Petualangan
telah usai.
Wushh,
airnya segar, pemandangan keren, nikmat Tuhan mana lagi yang berani kau
dustakan? Harapan Petualang Labil, semoga saja pantai ini tidak dirusak
orang-orang tidak bertanggung jawab. Eits, mandinya dilanjutkan dulu. Sebentar
lah kalau mau ceramah. Aye sir!
Mana
berenangnya?
Puas?
Kalau begitu kita pulang. Waktu menunjukkan pukul 15.00 wita ketika kami
beranjak pulang. Thanks to Uba dan Itha, kami benar-benar tidak tersesat.
Jalannya benar-benar membingungkan. GPS Labilers benar-benar top. Atau, disebut
juga Gunakan Penduduk Setempat.
Sesampainya
di rumah, kami masih sempat diajak untuk minum kelapa. Ploong! Lagi capek,
tenaga kita ditambal pakai air kelapa memang yahud. Tiga, senangnya di kita, susahnya
di orang lain. Kenapa tiga? Soalnya Uba yang harus naik pohonnya. Mau minta si
Theo, boro-boro dah.
Itu,
Theo boro-boro naik pohon kelapa, minum kelapa saja dia pake acara selfie.
Lagipula, itu kaka nona di sebelahnya buat apa siram kangkung? Biar dibilang
rajin? Kalau yang begini nih baru bisa pencitraan. Memberikan bantuan buat
orang-orang Rohingnya oleh Presiden Jokowi mah, jauh dari pencitraan. Selama
ini beberapa kelompok orang demo minta Bapak Presiden berikan bantuan. Pas
bantuan disalurkan, dituduh pencintraan. Itu logika atau lo gila?
Berasa
fit kembali, Labilers masih disuruh bertahan. Kali ini, Labilers disajikan
makan. Makan lagi, bung! Empat, sukanya di kita, susahnya di orang lain. Orang
tua Uba menyajikan makanan sederhan nan nikmat yang dibuat menggunakan bumbu
ketulusan. Mau ditolak, kan tidak enak. Anak baik tidak boleh menolak rejeki.
Kita mah kebas aja. Apalagi sayur kangkung ini baru saja kami petik dari kebun
orang tua Uba. Berr, seger gerr!
Ini
sudah hampir malam. Kami cepat-cepat berangkat ke pelabuhan. Oh iya, motor yang
kami tumpangi itu dipenuhi debu di sepanjang perjalanan tadi. Tapi sekarang
sudah balik lagi kinclongnya. Mau tahu, Uba menyuruh teman-temannya buat
mencuci motor kami. Ya ampun, nge-trip tapi benar-benar bikin orang susah. Gimana
gak buat orang susah, gratis. Jadinya lima kesusahan, saudara-saudari sekalian.
“Cepat
sudah, ini sudah gelap, jangan-jangan tidak ada perahu yang mau mengantar kita
pulang,”
Cheuntungan
per kapita mulai takut. Labilers yang satu itu, bagaimana seharusnya kita
menjuluki dia? Penakut tua? Ya, tapi Petualang Labil juga takut, gimana kalau
tidak ada perahu yang mau mengantar kami pulang? Dug dug! Dug dug! Bunyi
jantung begitu?
Well,
benar-benar keberuntungan besar, karena ada kapal yang mau berangkat ke Kupang.
Labilers langsung saja menumpang kapal itu. Ada beberapa penumpang, walaupun
tidak banyak, yang penting selamat yah. Kami berterima kasih kepada Uba dan
Itha. Sebeblumnya kami juga berterima kasih kepada kedua orang tua Uba. Mereka
benar-benar orang yang baik. Perjalanan Petualang Labil menemukan Pantai Liman
menjadi ringan dan sangat terbantu.
Hingga
akhirnya labilers sampai di Kupang. Petualang Labil melihat semua foto yang
ada. Tempat yang dipenuhi keindahan ini, semoga saja tetap begini adanya. Bukankah
alam akan terlihat terlihat begitu ciamik apabila alam dibiarkan tetap alami?
Kalaupun ada yang dibangun, itu adalah infrastruktur jalan yang membuat akses
menjadi mudah. Selebihnya, biarkan tetap alami.
Bagaimana caranya?
Buat kita semua yang suka bepergian, cukup dengan tidak membuang sampah
sembarangan dan tidak melakukan vandalisme. Mudah bukan? Bepergian bukan untuk
merusak alam, tetapi menikmati dan mensyukuri. Jaga bumi untuk manusia-manusia
generasi mendatang dan seterusnya. Jaga kelestariannya. Stay calm, stay unyu,
salam Petualang Labil! Sampai jumpa di Fulan Fehan!
No comments:
Post a Comment