Laman

Thursday, February 11, 2021

Bukit Fatima

Hay! Para pembaca Blog Petualang Labil, di mana pun kalian berada, di hadapan layar smartphone, laptop, computer, dan kalian yang sedang duduk, berdiri, jongkok di closet, apa kabar semuanya? Masih dalam dekapan pagebluk Covid? Yap! Pagebluk ini sangat mengikat kita untuk tidak bisa melakukan apa-apa, tapi kalian tetap dapat membaca blog ini, jadi Petualang Labil mengucapkan terima kasih karena kalian masih setia membaca blog ini.


Nah, perjalanan kali ini Petualang Labil akan membawa kalian ke Bukit Fatima. Tempat ini terletak di Kabupaten Flores Timur. Perjalanan yang cukup jauh harus ditempuh oleh Petualang Labil dan teman-teman Labilers dari Kabupaten Sikka menggunakan sepeda motor. Kami menempuh jarak 153 kilometer, kalau tidak salah, dimulai dari pukul 15.30 wita dan akhirnya tiba di Larantuka sekitar pukul 19.30 wita.

Sebenarnya, kedatangan kami ke Larantuka ini merupakan pemenuhan atas undangan dari Kakak Adhy, Kakak Uchy, dan anak mereka Putra yang menerima Sakramen Ekaristi. Petualang Labil tidak akan menjelaskan tentang Sakramen Ekaristi, tapi yang pasti, kebanyakan orang-orang akan mengadakan acara atas penerimaan, maka itulah, kami berada di sini.

Epang, seorang sahabat, juga merupakan adik dari Kakak Uchy, sudah menunggu kami semenjak sore. Malam itu banyak orang yang datang menghadiri pesta. Petualang Labil yang kelaparan karena dilepasliarkan oleh ibu kos langsung melahap makanan yang sudah tersedia. MAKANAN PESTA! Varian sayur dan daging dalam satu piring, menggoda sekali rasanya!

“No, minum arak?”

Tawaran datang berupa minuman khas daerah Larantuka. Namanya memang Arak, seperti minuman Jepang, hanya saja bahannya tidak diambil dari Jepang melainkan dari Pohon Aren yang banyak tumbuh di daerah tersebut.

“Aduh, saya tidak minum itu kakak. Biar saya jatuh cinta saja kalau harus mabuk,” tolak Petualang Labil.

“Kamu masuk ko tidur sana sudah!”

Esok pagi, ketika semua sudah bangun dari tidur. Masih Vester yang tidur karena mabuk semalam. Sudah menjadi kabar burung bahwa Arak, Moke, atau minuman tradisional dari Flores itu memang sangat nikmat dan membantu kita untuk mendapatkan tidur yang nyaman, sepanjang minumnya tidak berlebihan.

“Sekarang kira-kira kita ke mana? Di sini tempat jalan-jalan agak jauh, mau cari yang dekat tapi ke mana?” tanya Chent.

“Oh kita ke kapela ini saja, di atas bukit, kemarin sebelum ke Maumere saya dan Kaka Adhy ke sana,” jawab Petualang Labil.

“Nah okey, gas!”

Kami berangkat menuju Bukit Fatima. Tempatnya ditempuh sepuluh menit menggunakan sepeda motor. Kondisi jalanan mulus, suasana pagi Larantuka yang saat itu sejuk seperti menjadi tanda restu atas perjalanan singkat kami menuju ke Bukit Fatima.

Dan, di sinilah kami berada.


Yang menjadi daya tarik dari kapela kecil ini adalah posisinya yang berada di ketinggian, seperti mengepalai teluk, lautan, kapal, rumah-rumah, dan bukit-bukit di seberang laut. View yang tentu saja unik, membuat tempat berdoa bagi umat Katolik di Keuskupan Larantuka ini menarik banyak orang untuk datang, bahkan orang-orang dari luar kota pun menyempatkan diri untuk berkunjung ke sana.



Tipikal bangunannya didominasi oleh kayu, dan model bangunan dibuat terbuka, membuat bangunan kapela ini menjadi berbeda dari kapela dan bangunan pada umumnya. Selain itu, untuk menambah kapasitas penampungan, karena bangunan kapela yang memang didesain tidak terlalu besar, pada bagian depan kapela dibuatkan tempat duduk dari beton yang dilapisi keramik sehingga orang-orang juga bisa duduk pada bagian luar kapela.
 


Agar memperindah kesan bahwa tempat berdoa itu indah, dibuatlah taman di sekitar kapela ini. Tentu saja, hal itu dapat membantu pengunjung yang datang menjadi lebih khusyuk ketika menyapa Sang Khalik.


Petualang Labil dan Labilers tentu saja, tidak hanya sekedar jalan-jalan, tapi juga menyempatkan diri untuk berdoa. Traveling, bukan hanya memuaskan mata, tapi juga tentang mengembalikan kestabilan emosi, dan karena menemukan tempat untuk berdoa, maka kami pun berdoa.


“Cuman mau bilang berdoa aja muternya jauh banget ngab.”

Setelah menyempatkan diri untuk foto bersama, kami bergegas pulang. Sekitar pukul 12.00 siang, kami berpamitan kepada Kakak Adhy dan keluarga. Petualang Labil, Vester dan Nacha akan kembali ke Larantuka apabila ingin bertolak ke Kupang. Oh iya, Epang juga turut serta ke Maumere. Rencana kami adalah singgah dulu di Pantai Pangabatang.

“Makanya kita harus segera pulang, takutnya nanti kalau terlalu sore nanti tidak ada lagi kapal yang mau antar kita ke sana,” saran Chent.


Kalau kalian ingin tahu seperti apa tampilan jalan-jalan kami ke Pangabatang, silahkan ditunggu tulisan edisi berikutnya. Semoga setelah semua orang divaksin dan penyebaran Covid menjadi lebih tertekan, kita semua bisa berkunjung ke mana saja yang kita mau asal punya uang. Terima kasih karena sudah membaca tulisan Petualang Labil edisi Bukit Fatima, semoga kita semua diberikan kekuatan untuk kuat menghadapi pagebluk Covid dan masalah apapun yang kita hadapi. Salam Petualang Labil!