Laman

Sunday, September 24, 2017

Orang Lain Susah, Kita Yang Senang




Hallo Labilholic! Gimana sarapan kalian pagi ini? Enak gak? Sarapannya apa sih? Keju? Roti coklat? Roti bakar? Roti tawar? Atau teman? Makan teman dong kalau begitu. Tapi apapun sarapan kalian, itulah yang sebaiknya kalian awali di pagi hari. Ada yang bilang awali dengan sebuah senyum. Jangan dipercaya, paling jam 10 udah lapar lagi.
By the way, kita ketemu lagi di blog paling nyeleneh se-dunia persilatan antar provinsi, apalagi kalau bukan Petualang Labil! Ya iya dong, bukan Petualang Jomblo. Kasihan banget, jaman sudah maju ke begini dan lu masih single? Kalau masih mau sendiri, noh gabung Uji Nyali, biar sekalian lihat orang umpan hantu pake anak orang lain. Berharap dapatnya uang, lu malah kerasukan.
Well Labilholic di mana pun kalian saat ini sarapan, Petualang Labil punya cerita kece. Jauh dari ekspetasi romantic? Yolah, that’s not our style, tapi lumayan buat kalian cengengesan sendiri-sendiri di sudut kamar mandi. Kenapa bisa begitu? Karena tempat ini keren banget! Tempat lokal, cita rasa internasional! Mau di mana lagi, kalau bukan Pantai Liman di Semau!


Perjalanan kali ini, ada satu teman baru. namanya Itha Fono. Nah, dia itu mengikuti program Kuliah Kerja Nyata dari kampusnya. Lokasi yang dia harus tempati adalah Pulau Semau. Wih, itu adalah pulau di mana Pantai Liman bermain bersama matahari. Selain Itha, ada juga Theo Billy (@theo_billy) dan juga Cheuntungan per kapita (@chent_tinny). Nih anak berdua emang sering menjadi teman jalan Petualang Labil.

Jadi, awalnya, Petualang Labil sudah berselancar beberapa waktu belakangan buat cari tahu soal Pantai Liman ini. Pas ketemu si Itha, dia bilang tahu jalan ke sana, dan bersedia kalau jalan bareng. Kalian tahu rasanya gayung bersambut? Wuih, segar banget bro! Ini adalah kesempatan yang tidak boleh dihilangkan. Kemudian Chent dan Theo juga bergabung. Mereka juga penasaran dengan Pantai Liman, dan jadilah kami, Labilers!
Berangkatnya dari Kupang yah, kita melalui Pelabuhan Tenau. Di sana, cari saja tempat bersandar perahu-perahu kayu. Nanti tumpangi perahu kayu bermesin. Kalau lu mau pake dayung juga boleh, biar bisa merasakan perjuangan menjemput pelaminan. Ya elah malah curhat.
Harga tumpangan perahu kayu juga bisa dibilang tergolong murah, 50.000 rupiah untuk satu kendaraan roda dua. Motor yang kita bawa dinaikkan ke kapal, dan kita bersiap untuk membelah laut menuju Pelabuhan di Pulau Semau. Motor dan kapalnya jalan, lu berenang pelan-pelan dari belakang. Rumah sakit dekat gaes.


Sampai di Semau, Labilers langsung tancap gas! Tidak langsung ke Pantai Liman, tapi singgah dulu ke keluarga Itha yang sudah menunggu. Wih, nih anak ikutan program KKN dari kampus, dapat keluarga di Pulau Semau. Itu anak bergaul enak. Dan tidak disangka-sangka, mereka menjamu dengan sarapan. Makanya dari tadi Petualang Labil selalu menyerukan soal sarapan. Labilers jadi malu, tapi kalau lapar ya sudah sikat aja! Satu, senangnya di kita, susahnya di orang lain.
Nah, Labilers ditambah satu lagi. Uba, cowok dari Itha, menemani kami menuju ke Pantai Liman. Jadi kalau Labilholic berpikir bagaimana Itha mendapatkan keluarga di Semau, jawabannya adalah, dia berpacaran dengan Uba. Simple, tapi si Uba juga dibuat repot jadinya. Karena dia anak Semau, kita tidak perlu takut tersesat. Dua, senangnnya di kita, susahnya di orang lain.
Setelahnya, Labilers langsung menuju Pantai Liman. Bro, singgah dikit boleh lah, kan ada spot yang keren, okey? Yap, dan kita singgah sebentar di sebuah padang. Sedikit kecoklatan? Bukan masalah, karena aku menyebut itu eksotik. Ayo buruan foto.

Setengah jam, labilers kembali melanjutkan perjalanan. Emang untung juga ada Uba dan Itha, kalau tidak labilers benar-benar bisa tersesat chuy. Jalannya membingungkan, karena banyak persimpangan. Jalan berbatu di Semau tidak masalah, tapi kalau tersesat di Semau? Hih, jangan lah. Besok kita masih kerja chuy.
Nah, sebelum masuk ke kawasan Liman, ada juga spot keren buat dipakai foto. So instagramable! Labilers jelas akan singgah sebentar buat ambil gambar. Ingat, kita tidak ambil apapun selain gambar guys. 

Sekitar satu jam perjalanan, akhirnya sampai juga di Pantai Liman! Wow! Sangat sangat cantik! Nih pantai kalau cewek, dia adalah Putri yang bisa mengalahkan Cindirela! Sungguh penuh keindahan! Alasan itulah yang membuat Labilers berjingkrak-jingkrak kegirangan, seakan-akan berhasil melepas masa jomblonya! 

Puas mengambil puluhan gambar, labilers mendaki bukit Liman. Seperti yang Petualang Labil katakan, Pantai Liman layaknya seorang Putri, dan bukit ini adalah mahkotanya. Kami pun menanjak ke atas bukit. Kejutan lainnya, benar-benar bikin shock! Pantainya masih bersambung. Pasir putih panjang itu masih berlanjut. Tuan Putri, maukah kau menikah dengan ku?
Tuan Putri: Omong deng?



Sebelum pulang, enaknya rendam dulu. Walaupun Petualang Labil sempat ‘muka kecil’ karena handphone tertinggal di sisi lain Pantai Liman (untung pantainya sepi dari orang banyak) tapi masih cebur juga setelah handphone didapatkan kembali. Kalau hilang tuh barang, habis nyawamu. Bukan Petualang Labil, tapi Petualangan telah usai.
Wushh, airnya segar, pemandangan keren, nikmat Tuhan mana lagi yang berani kau dustakan? Harapan Petualang Labil, semoga saja pantai ini tidak dirusak orang-orang tidak bertanggung jawab. Eits, mandinya dilanjutkan dulu. Sebentar lah kalau mau ceramah. Aye sir!




Mana berenangnya?
Puas? Kalau begitu kita pulang. Waktu menunjukkan pukul 15.00 wita ketika kami beranjak pulang. Thanks to Uba dan Itha, kami benar-benar tidak tersesat. Jalannya benar-benar membingungkan. GPS Labilers benar-benar top. Atau, disebut juga Gunakan Penduduk Setempat.
Sesampainya di rumah, kami masih sempat diajak untuk minum kelapa. Ploong! Lagi capek, tenaga kita ditambal pakai air kelapa memang yahud. Tiga, senangnya di kita, susahnya di orang lain. Kenapa tiga? Soalnya Uba yang harus naik pohonnya. Mau minta si Theo, boro-boro dah.


Itu, Theo boro-boro naik pohon kelapa, minum kelapa saja dia pake acara selfie. Lagipula, itu kaka nona di sebelahnya buat apa siram kangkung? Biar dibilang rajin? Kalau yang begini nih baru bisa pencitraan. Memberikan bantuan buat orang-orang Rohingnya oleh Presiden Jokowi mah, jauh dari pencitraan. Selama ini beberapa kelompok orang demo minta Bapak Presiden berikan bantuan. Pas bantuan disalurkan, dituduh pencintraan. Itu logika atau lo gila?
Berasa fit kembali, Labilers masih disuruh bertahan. Kali ini, Labilers disajikan makan. Makan lagi, bung! Empat, sukanya di kita, susahnya di orang lain. Orang tua Uba menyajikan makanan sederhan nan nikmat yang dibuat menggunakan bumbu ketulusan. Mau ditolak, kan tidak enak. Anak baik tidak boleh menolak rejeki. Kita mah kebas aja. Apalagi sayur kangkung ini baru saja kami petik dari kebun orang tua Uba. Berr, seger gerr!
Ini sudah hampir malam. Kami cepat-cepat berangkat ke pelabuhan. Oh iya, motor yang kami tumpangi itu dipenuhi debu di sepanjang perjalanan tadi. Tapi sekarang sudah balik lagi kinclongnya. Mau tahu, Uba menyuruh teman-temannya buat mencuci motor kami. Ya ampun, nge-trip tapi benar-benar bikin orang susah. Gimana gak buat orang susah, gratis. Jadinya lima kesusahan, saudara-saudari sekalian.
“Cepat sudah, ini sudah gelap, jangan-jangan tidak ada perahu yang mau mengantar kita pulang,”
Cheuntungan per kapita mulai takut. Labilers yang satu itu, bagaimana seharusnya kita menjuluki dia? Penakut tua? Ya, tapi Petualang Labil juga takut, gimana kalau tidak ada perahu yang mau mengantar kami pulang? Dug dug! Dug dug! Bunyi jantung begitu?
Well, benar-benar keberuntungan besar, karena ada kapal yang mau berangkat ke Kupang. Labilers langsung saja menumpang kapal itu. Ada beberapa penumpang, walaupun tidak banyak, yang penting selamat yah. Kami berterima kasih kepada Uba dan Itha. Sebeblumnya kami juga berterima kasih kepada kedua orang tua Uba. Mereka benar-benar orang yang baik. Perjalanan Petualang Labil menemukan Pantai Liman menjadi ringan dan sangat terbantu. 


Hingga akhirnya labilers sampai di Kupang. Petualang Labil melihat semua foto yang ada. Tempat yang dipenuhi keindahan ini, semoga saja tetap begini adanya. Bukankah alam akan terlihat terlihat begitu ciamik apabila alam dibiarkan tetap alami? Kalaupun ada yang dibangun, itu adalah infrastruktur jalan yang membuat akses menjadi mudah. Selebihnya, biarkan tetap alami.
Bagaimana caranya? Buat kita semua yang suka bepergian, cukup dengan tidak membuang sampah sembarangan dan tidak melakukan vandalisme. Mudah bukan? Bepergian bukan untuk merusak alam, tetapi menikmati dan mensyukuri. Jaga bumi untuk manusia-manusia generasi mendatang dan seterusnya. Jaga kelestariannya. Stay calm, stay unyu, salam Petualang Labil! Sampai jumpa di Fulan Fehan!