Laman

Saturday, November 18, 2017

Texas in Fehan



Hallo para penggemar! Semua labilholic di seluruh penjuru dunia, baik yang berbahasa Indonesia maupun yang tidak. Apa kabar kalian semua? Waduh, lumayan lama juga sejak terakhir Petualang Labil membuat cerita konyol tanpa manfaat bagi kalian, bukan? Sory lah. Belakangan ini kesibukkan benar-benar menyita waktu dan tenaga, jadi cerita yang sebenarnya dijadwalkan bulan Oktober malah molor sampe November.
Well, labilholic, Petualang Labil sangat mengerti perasaan kalian karena kalian selama ini disiksa rasa kangen yang menusuk sampai sendi. Yang penting, kalau sakit, bawa mobil hati-hati yah, jangan sampai menabrak tiang listrik yang berdiri tenang tanpa dosa, membuat kalian menjadi korban laka lantas. Dada sesak, benjolan sebesar bakpao, hingga akhirnya berpotensi mengalami gegar otak.
Nah, cerita Petualang Labil kali ini adalah perjalanan ke salah satu kota di Indonesia yang berbatasan secara langsung dengan negara tetangga. Kabupaten Belu yang dimaksudkan Petualang Labil. Ngomong-ngomong, kalau ke kota yang ibukotanya Atambua itu, rasanya tuh kota bikin nyaman. Sumpah, ini baru pertama kali Petualang Labil main ke Atambua. Itu kesan pertama yang langsung ngena ke Petualang Labil sebelum menyusuri salah satu tempat keren yang berada di sana. Tempat itu bernama Fulan Fehan.


Berbicara soal mengalami patah hati, berpetualang adalah satu dari obat yang memiliki efek sangat manjur. Dicoba saja, tempuh perjalanan sejauh 300 kilometer lebih dari Kota Kupang hingga Atambua. Duduk sekitar enam jam di atas motor, gak kerasa pantat kita yang padat itu akan lebur. Kalau pantat sakit, masih mengeluh urusan hati?
Labilers kali ini cuman dua orang saja. Cuman ada @rudiadu yang bersedia berpetualang bersama Petualang Labil. Berangkat dari Kupang sekitar pukul 14.00, Labilers tiba di Atambua lebih dari pukul 20.00 malam. Makan dulu, istirahat, isi tenaga buat besok ke Fulan Fehan.
Pagi hari di Atambua tidaklah mengecewakan. Matahari yang terbit dari timur, persis di sebelah Gunung Lakaan seperti menjadi ikon kota ini. Beberapa orang sudah jogging disekitar lapangan. Kalau Petulang Labil yang sudah sering lari kenyataan ini, tidak perlu jogging lagi. Kita enaknya motret sunrise bang.


Sekarang, perjalanan dimulai! Dimulai dengan menyalahi aturan lalu lintas dulu. Jalur satu arah, Labilers tempuh menjadi dua arah. Ditegur sama pak polisi, kita hampir saja disliding pake kecepatan 80 km/jam. Lalu labilers diantar seorang bapak yang baik hati sampai ke luar kota. Dari situ perjalanan terus kami tempuh, melewati beberapa bukit, lama perjalanan sekitar dua jam, dan sampailah di pintu masuk menuju Fulan Fehan. Melegakkan juga pas sudah sampai.


“Melegakkan, katamu?”
Aku bergulat dengan batinku. Fulan Fehan adalah sebuah padang yang letaknya berada di atas perbukitan. Sepertinya ini bisa menjadi salah satu perjalanan yang tidak mudah. Labilers harus menggunakan jalan menanjak nan berbatu. Gila! Rasanya ke mau membuat pengakuan ke orang cewek kalau anaknya sedang kita pacari. Jelas tidak mudah. Kalau lu diterima yah lu mujur. Kalau ditolak yah, nasib.

Satu hal yang benar-benar tidak boleh kalian lewatkan apabila ingin berpetualang. Jangan lupa untuk, makan! Benar, makan! Ini bukanlah kalian itu orang dari suku tertentu yang sering makan lima sampai enam piring sehari atau bukan. Energi adalah hal mutlak yang dibutuhkan tubuh apabila ingin berpetualang. Dan Labilers melakukan kesalahan, tidak sarapan. Akhirnya, mendaki hingga keringat dingin. Enak si Rudi make motor. Gue, mikul tas, kaki gemetar. Tapi, tidak menyesal juga, karena Petualang Labil bisa mengambil beberapa gambar keren.




Ketika sampai di puncak, padang Fulan Fehan menyambut dengan angin yang kencang. Hampir saja Labilers jatuh motor, tapi untunglah Rudi yang membawa motor bisa mengontrolnya dengan baik. Hamparan rumput hijau yang perlahan menguning terhampar begitu rapi. Beberapa ekor kuda bersantai, sambil ngemil rumput-rumput yang ada di sana. Mengagumkan. Inilah Fulan Fehan, yang selama ini membuat Petualang Labil selalu penasaran dengan eksotismenya.



Tidak kalah membuat jatuh cinta juga adalah perbukitan yang ada di sekitar Fulan Fehan ini. Lembah yang mempertemukan kaki-kaki bukit itu terlihat elok jika diperhatikan dari atas. Atap rumah-rumah kecil membuat tempat tersebut terlihat seperti kota Texas, salah satu negara bagian yang berada di Amerika Serikat.




Bagian yang paling menarik dari Fulan Fehan? Petualang Labil sangat menyukai angin di Fulan Fehan. Selalu saja membuat ngantuk. Rasanya ingin tenggelam dalam tidur, merasakan nyamannnya merebahkan diri, melihat kuda-kuda yang menyantap rerumputan di atas tempat yang melahirkan rekor Indonesia itu. 


Beberapa orang mungkin tidak terlalu menyukai Fulan Fehan yang tampak seperti kekeringan itu. Tapi biar Petualang Labil katakana sesuatu. Hijau atau tidak rerumputan, semuanya tergantung bagaimana kita menikmatinya. Intinya adalah, syukuri ciptaan Tuhan. Jangan lupa juga untuk melestarikannya. Simpan dalam memori anda untuk tidak membuang sampah sembarangan. Kita bisa menyimpannya sementara di tas milik kita. Dan juga, tidak boleh vandal. Dua hal yang paling mudah kita lakukan sebagai pengujung agar tempat yang kita kunjungi tidak tercemar.
Texas in Fehan, keindahan Tuhan yang membuat kalian tidak akan pernah mendustai kemulian-Nya. Jadilah petualang yang baik, sekalipun kalian masih menjomblo. Stay calm, stay unyu, salam Petualang Labil.