Hay
Labilholic dimana saja berada! Jumpa lagi dengan tulisan kece bernilai guna
kecil ala traveler lugu, polos dan baik hati, dimana lagi kalau bukan Petualang
Labil! Pembaca sedunia bertepuk tangan kegirangan, bahagia melimpah ruah,
karena kali ini Petualang Labil kembali memberikan suguhan yang mungkin tidak
kalian nantikan sama sekali. Sedih juga
yah.
Okey,
di tulisan kali lalu, Petualang Labil sudah membahas tentang Teluk Gurita yang
terletak di Kabupaten Belu. Yang belum baca, tinggal klik disini saja. Dan yang
penasaran dengan edisi Juli 2018 ini, Petualang Labil akan menceritakan tentang
Pulau Flores.
“Pulau
Flores itu luas, mau ceritakan apanya?”
Yap!
Pertanyaan itu baru saja menyelamatkan dunia. Seperti judulnya, Middle of
Flores, Petualang Labil akan membahas soal titik tengah dari Pulau Flores.
Labilholic ada yang pernah berpikir demikian? Tentang titik tengah dari Pulau
Flores? Belum ada? Atau mungkin pernah melihat tandanya, tapi mengabaikan
begitu saja? Tenang saja, kalian akan mengetahuinya dengan dua cara. Membaca
blog ini, dan pergi langsung.
Middle of Flores
letaknya persis di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Perjalanan menuju
Middle of Flores sangat membuat Petualang Labil antusias. Perjalanan ini
bermodalkan cerita dari Daniel Wolo, sosok penyuka moke yang sudah menampung
Petualang Labil selama berada di Kabupaten Ende. Nekat chuy, berangkat!
Middle of Flores
letaknya 17 kilometer dari Kota Ende menuju Maumere. Petualang Labil berangkat
sendirian. Banyak yang sudah menjadi solo traveler, tapi ini yang pertama bagi
Petualang Labil. Perjalanan memakan waktu sekitar 45 menit. Jangan pernah
merasa kecil hati pada waktu yang terurai selama perjalanan.
“Mengapa?
Walaupun waktu yang dibutuhkan untuk move
on jauh lebih lama.”
Karena,
pemandangan sepanjang perjalanan pastinya akan membuat kalian tersihir. Lidah
kalian akan terjulur keluar! Bola mata kalian akan melompat bagai pimpong, dan
jantung kalian akan berdegup kencang akan keindahan pemandangan sepanjang
perjalanan menuju Middle of Flores.
Bukan
main! Kelihatannya sama seperti film King Kong. Kalian merasakan itu? Tidak?
Menurut kalian lebih mirip seperti di film Jurassic Park? Bukan juga? Welcome
To The Jungle!? Lalu pemandangan ini menurut kalian lebih mirip film apa?
“God must be crazy.”
Yap!
Kiranya dokter segera menyembuhkan mata batinmu karena film itu mengambil
setting tempat di Afrika dan tampak sangat kering, seingat Petualang Labil.
Sedangkan di sini, bukit hijau terbentang, dan di sepanjang sisinya ada jalan
yang berkelok-kelok yang mampu membuat penumpang mobil mabuk karena bau kampas
rem. Atau mungkin digantung, digantung ketidakpastian.
Ada
baiknya menikmati pemandangan ini. Spot yang Petualang Labil suka adalah di
sekitaran kilometer 14, dekat Pembangkit Listrik Tenaga Hydro. Provinsi Nusa
Tenggara Timur saat bulan Januari memang diberkati dengan musim hujan yang
tinggi. Tapi siapa yang tahu, mungkin kalian tahu walaupun tempe, bahwa
tingginya curah hujan menciptakan beberapa air terjun musiman di sekitar
kilometer 14 Kabupaten Ende? Seingat Petualang Labil ada sekitar tujuh hingga
sembilan air terjun musiman tersebut. Sayang sekali sulit diabadikan, soalnya
modal cuman hape doang. Zoom in
pecah, foto standar malah tidak kelihatan. Kapan endorsement bang?
Sudah
puas berfantasi? Sekarang kita bergerak menuju titik tengah Pulau Flores. Tiga
kilometer tersisa, pemandangannya masih saja membuat Petualang Labil tetap
ngiler. Hamparan bukit kelas wahid! Pada bagian kaki bukit mengalir aliran
sungai yang lumayan deras. Sepanjang jalan Petualang Labil cuman bisa wooow
wooow ria.
Akhirnya,
tiba juga di titik tengah Pulau Flores.
“Bagaimana
mungkin kamu bisa tahu, kalau tempat itu adalah Middle of Flores?”
Nah,
seperti yang Petualang Labil katakan sebelumnya ada satu tanda yang bisa kita
lihat bahwa titik tersebut merupakan titik tengah Pulau Flores. Tanda itu
adalah sebuah batu. Pada batu tersebut direkatkan sebuah prasasti yang
bertuliskan Floresweg Geopeno.
“Artinya?”
Petualang
Labil belum mengetahui pasti tentang arti kata Floresweg Geopeno. Namun selain tulisan berbahasa Belanda tersebut,
pada prasasti juga terpampang tulisan lain yaitu 31/8-1925. Jelas ini merupakan
tanggal, hanya saja Petualang Labil belum mengetahui pasti tanggal tersebut
untuk memperingati suatu momentum tertentu. Tapi yang paling bisa diduga,
tanggal 31/8-1925 merupakan tanggal dipasangnya prasasti pada batu tersebut. Pemerintahan
Belanda saat membuka jalan trans Flores lah yang menetapkan titik tersebut
sebagai titik tengah Pulau Flores. Petualang Labil belum mengetahui tolak ukur
seperti apa yang digunakan sebagai penentuannya.
Kisah
mistis juga meliputi batu yang ditempeli prasasti tersebut, labilholic. Batu
tersebut dalam bahasa Ende Lio disebut dengan Watu Gamba, yang artinya batu gambar, atau dalam konteks realnya
batu yang memberi tanda bahwa titik tersebut merupakan titik tengah Pulau
Flores. Terletak di Desa Tomberabu 2, batu berukuran Hulk, atau mungkin sedikit
lebih kecil, oleh masyarakat setempat dipercaya dapat berubah wujud menjadi
seorang gadis dengan paras rupawan. Sayang sekali, gadis itu tidak boleh digoda
oleh pria-pria berkharisma seperti kita ini.
“Sepertinya,
mistis juga.”
Seperti
itulah. Laki-laki yang melintas Watu
Gamba dianjurkan untuk menekan hormon testosteron agar tidak coba-coba
menggoda gadis itu. Kalau saja kalian berani, setelah pulang ke rumah kalian
akan didera sakit yang membawa kalian menghadap Grim Reaper. Kalau melintas di
sana sebaiknya membunyikan klakson sebagai tanda permisi.
Watu Gamba
memiliki kembaran yang diberi nama Rewa
Nganggo. Kalau Rewa Nganggo ini
merupakan jelmaan laki-laki rupawan yang bersama Watu Gamba berada di titik tengah Pulau Flores. Kedua penjaga
tersebut juga dipercaya mengambil rupa lain seperti binatang ular atau kera.
Pengendara yang melihat hewan tersebut apabila melintas di sana, diharapkan
untuk membiarkan hewan tersebut melintas, barulah boleh melanjutkan perjalanan.
“Engko
tidak merasa takut kah?”
Itu
dia! Justru itu! Dengan segala ketidaktahuan ini Petualang Labil langsung
berangkat tanpa berpikir apapun tentang cerita mistis di Watu Gamba. Wah gila! Kalau pun Petualang Labil mengetahui hal
tersebut, boro-boro berangkat, niat pun aku urungkan. Ya ampun, untung saja ja’o masih sangat disayang Tuhan.
Bayangkan di sana, Petualang Labil main sendirian, foto-foto, nongkrong di
dekat prasasti choy. Untung juga Petualang Labil pakai smartphone buat
foto-foto, kalau tidak, bisa dikira jelmaan Rewa
Nganggo aku ini. Aku adalah laki-laki yang rupawan juga loh.
“Sayang,
kamu jomblo.”
Lumayan
panjang juga yah? Semoga saja bisa menghibur dan memiliki nilai informatif bagi
labilholic semuanya. Sebenarnya Petualang Labil berpikir, mengapa tempat yang
memiliki nilai historis dan kearifan lokal seperti ini hanya dibiarkan begitu
saja? Pemerintah mungkin bisa mengelolanya kan? Bisa saja, tapi mungkin sering
terjadinya longsor di sana menjadi penghambat terbesar agar tempat tersebut
bisa dikelola.
Sekian dari Petulang Labil, Into The Middle of Flores edisi kali ini. Labilholic, jangan lupa untuk terus melestarikan warisan lokal yang kita miliki. Kalau kalian ingin melakukan kegiatan traveling, maka jadilah seorang traveler yang memiliki jiwa positif. Junjung tinggi kearifan lokal kita, dan tentu saja tidak buang sampah sembarangan dan vandalisme. Salam lestari, salam Petualang Labil.
Sekian dari Petulang Labil, Into The Middle of Flores edisi kali ini. Labilholic, jangan lupa untuk terus melestarikan warisan lokal yang kita miliki. Kalau kalian ingin melakukan kegiatan traveling, maka jadilah seorang traveler yang memiliki jiwa positif. Junjung tinggi kearifan lokal kita, dan tentu saja tidak buang sampah sembarangan dan vandalisme. Salam lestari, salam Petualang Labil.
Awesome! Tetap konsisten menulis tentang dunia traveling. Sukaaaa ....
ReplyDeleteAyo di update :D
ReplyDeleteWahh, baru aku lihat ka Tuteh komen di sini 😅
DeleteIya senior, pasti. Tapi mmg agak susah krn skrg agak jarang ngebolang nihh 😂