Ujung
Timur Nusa Tenggara, tanah matahari membangun harapan di setiap hari baru.
Tanah itu namanya Alor. Daratan eksotis berpenduduk hitam manis. Dipercaya
sebagai lembah magis, dengan hamparan pariwisata dan kebudayaan hidup dengan strategis.
Berbicara
tentang budaya di Alor, orang-orang tentu sudah sangat akrab dengan peninggalan
satu ini. Moko. Ya, moko, yang eksistensinya sudah mendarah daging di dalam
kehidupan orang Alor. Dari jaman dulu, moko sudah menjadi bagian dari tonggak
sejarah kehidupan masyarakat. Fungsinya sendiri sering dijadikan belis atau mas
kawin dalam adat perkawinan orang Alor.
Nah, ternyata bahasan saya kali ini bukanlah
mengenai Moko yang telah saya singgung di atas itu. Kasihan yah, dikasih
harapan palsu. Tapi tenang saja, bahasan saya ini tidak akan kalah menariknya
dari Moko sebab saya akan membahas tentang pakian adat yang khusus dikenakan
oleh perempuan Alor. Fokusnya, di Kampung Takpala, rumah suku Abui yang
merupakan salah satu suku tua yang mendiami Pulau Alor.
Pakian
adat ini bernama Kafate atau dalam
Bahasa Indonesia disebut dengan sebutan kain sarung adat. Kafate merupakan
benang-benang yang dipintal lalu ditenun menjadi sebuah kain sarung. Menggunakan
warna dasar hitam, Kafate memiliki berbagai macam corak. Yang menjadi warna coraknya biasanya
warna gelap seperti merah tua, kuning tua dan warna lainnya sehingga coraknya
tampak sangat melekat dengan latarnya. Sedangkan bentuk corak yang digunakan di
kain sarung ini pada umumnya berbentuk horizontal dan dibuat dengan ukuran
sedikit lebar.
Pakian
yang dipakai oleh mereka ini sering sekali dipakai oleh pengatin perempuan alor
terutama saat pesta pernikahan yang dibaluti oleh nuansa adat alor. Biasanya
selain Kafate pengantin perempuan juga menggunakan selendang, ada kerudung
kepala dan ikat pinggang berbahan logam. Mereka juga memakai mahkota, juga
tidak lupa menenteng serta tempat menaruh sirih pinang (tas kecil dari anyaman
dedaunan).
Selain
itu, perempuan alor juga menggunakan anting-anting yang terbuat dari emas
ataupun perak. Lazim disebut dengan sebutan Giwang. Mereka juga menggunakan
gelang tangan dan tusuk konde, walaupun lebih banyak dari perempuan suku
Takpala membiarkan rambut mereka dilepas begitu saja tanpa diikat. Sebagian dari
mereka juga menggunakan tutup kepala dari kain tenunan yang berfungsi juga
sebagai tempat menyimpan sirih pinang.
Gimana?
Cantik-cantik khan? Jangan dipelototin, santai saja lihatnya. Apalah dayamu
yang cuman bisa menatap gambar ini, wahai jomblo. By the way, thank you buat
Roys yang sudah mengirimkan foto-fotonya sebagai pendukung review saya tentang
Pakian Adat Perempuan Alor ini. Mau tahu banyak tentang Roys? Langsung follow
saja instagramnya @roys93aritonang Orangnya yang kiri atas tuhh :D
Sekian
reviewnya. Semoga bermanfaat buat yang membutuhkan. Mari kita terus menjaga
keberagaman budaya nusantara yang kaya ini. Terus lestarikan hingga nanti
generasi yang akan datang juga bisa menikmati sama persis dengan apa yang kita
nikmati saat ini. Dari Bumi Kenari, Salam Pesona Indonesia.