Terbang
bersama angin dari satu tempat ke tempat lain. Banyak yang mengatai kutu
loncat, bolang, tapi dengan trend travelling yang sangat menggema saat ini,
mungkin bukan hal yang dipandang aneh, apabila kalian bepergian. Save money dengan bijak, get your right time, injak!
Tanggal
22 Mei 2016, saya memutuskan untuk pergi ke Pantai Batu Burung, terletak di Desa
Oebali, jalur selatan yang melintang di Pulau Timor. Ketika mendengar tentang
Pantai Batu Burung, mungkin tidak banyak yang mengetahui tentang pantai ini.
Anda akan lebih akrab bila menyebutkan Pantai Oebali, barulah banyak yang akan
mengiyakan pernyataan anda.
Perjalanan
kali ini tidak memakan biaya yang terlalu banyak. Bisa dikatakan, ini adalah
perjalanan low cost, karena kita
hanya menghabiskan uang bensin dan membayar biaya pass untuk masuk ke kawasan pantai.
Siang
itu, sudah hampir tengah hari, bersama dengan rombongan, kami melakukan
perjalanan dari Kota Kupang. Karena letaknya di Kabupaten Kupang, kami pun
melintasi Jalur 40 menggunakan kendaraan pribadi, melewati Oenesu, Sulamu,
sebelum akhirnya tiba di Oebali. Perjalanan memakan waktu tidak sampai 60
menit. Awalnya jalan aspal mulus, kamu akan merasa dimanjakan. Sayang,
mendekati tujuan, jalanan masih berpasir, dan sesekali dijumpai bebatuan yang
menghadang derap langkah kami. Rasanya sebuah hubungan percintaan pun memiliki
perjalanan yang mulus dan berbatu seperti perjalanan ini.
“Ini
tanjakan bikin mati ketong.”
Roni,
temanku itu mengeluh. Bukan tanpa alasan memang, karena ada satu titik sebelum
pintu masuk pantai di mana terdapat satu jalan menanjak yang rusak parah. Bukan
aspal, namun bebatuan yang menjadi alas ban motor. Karenanya, beberapa teman
yang dibonceng mesti rela berjalan kaki sejenak sedangkan yang lain berusaha
mengendalikan kuda besi hingga tiba di puncak jalan menanjak.
“Lumayan
menantang!”
Benar!
Bagai klimaks! Akses jalan tadi seperti sebuah game dengan level mudah hingga sulit. Ketika menang, tinggal
menikmati kemenangan itu. Tanjakan Penakluk Niat, begitu kira-kira aku
menamainya, adalah akhir cobaan percintaan, karena setelahnya sekitar 300 meter
adalah pintu masuk ke Pantai Batu Burung.
“Rp.
5000,- pak.”
Penjaganya
menagih sambil menengadahkan tangannya dengan secarik kertas kecil berupa
karcis. Aku merogo sakuku, ternyata tidak ada uang. Ya sudah, aku minta kakak
Chent saja yang membayarnya.
“Makasih
banyak bos.”
Begitulah
Indonesia. Seperti kata Marshall Sastra, di Indonesia, semua orang bisa jadi
bos.
Pantai
ini tergolong salah satu pantai selatan. Bukan rahasia lagi bahwa Pulau Timor
memiliki garis pantai selatan yang sangat panjang. Karena itu, pantai ini juga
memiliki reputasi, sehingga wajib dikunjungi. Banyak pengunjung yang datang ke
sana. Bagi saya pribadi, terlalu banyak orang seperti ini agak mengganggu. Saya
tidak bisa membangun relasi intim dengan alam pantai di sini. Relasinya sama Dimas
Kanjeng Taat Pribadi?
Kami
menyempatkan makan siang bersama di sana. Setelah makan siang sambil menunggu sunset, bermain bersama ombak adalah hal
yang menyenangkan. Tahu khan, ombak pantai selatan itu lumayan menyeramkan?
Tapi hari itu ombaknya tidak terlalu ganas, ataukah mungkin ombak di Pantai
Oebali merupakan pengecualian dari pantai selatan lainnya? Tidak penting,
karena ombak di sini bisa membuat kamu manja. Tiduran di atas air, lalu
ombaknya datang dan kalian terayun-ayun. Yang penting adalah kalian harus tetep
terjaga, karena jika tertidur, mungkin kalian bangun di Australia.
Mendekati
matahari yang hampir ditelan lautan, bersama rombongan kami melakukan sedikit peerjalanan dengan
berjalan kaki menuju tebing di sebelah utara. For your information, pantai ini memiliki dua sisi berbeda. Di satu
sisi, pantai adalah hamparan pasir putih yang panjang membentang ke arah barat.
Sisi lain yang berlawan adalah bebatuan yang menantang, yang terbentuk dengan
rapi. Dipengaruhi oleh pukulan-pukulan ombak selama bertahun-tahun, bebatuan
besar di pantai ini akhirnya memiliki bentuk dengan pola-pola yang disiplin.
Dan,
tentu saja, sebuah batu berukuran raksasa berbentuk burung. Inilah mengapa nama
pantai ini adalah Pantai Batu Burung, oleh karena di sini terdapat sebuah batu
berbentuk seperti burung, lebih seperti burung pipit kalo dilihat dari
bentuknya.
Setengah
jam trekking, kami akhirnya tiba di
sebuah bukit kecil di ujung pantai. Dari tempat ini, pemandangan laut yang luas
dan tak berujung bisa kami nikmati dengan sangat nyaman. Menikmati segelas
kopi, bersama dengan beberapa snack
sangat nikmat tentunya. Namun, akan membunuh para jomblo jika melihat orang
lain sedang berpadu asmara sambil menikmati suasana romantis ini.
Bola
cahaya yang disebut matahari itupun sungguh mempesona. Ia perlahan tenggelam,
masuk ke dalam lautan, mengistirahatkan dirinya dari perjalanan panjang dari
timur ke barat. Kini ia masuk perlahan, membawa kami untuk segera beranjak dari
sana. Pulang, pulang ke rumah, dimana cinta dan kasih sayang yang disemai
semenjak kita kecil sudah menunggu kedatangan kami dari Pantai Batu Burung, Oebali.
Dan
begitulah, sedikit basa-basi pengalaman perjalanan saya ke Oebali. Sangat
nikmat tentunya. Tiada rasa terima kasih selain syukur kepada Tuhan atas berkat
alam yang sudah diciptakan-Nya dengan penuh kesempurnaan tanpa cela. Manusia
patut mencicipi setiap kenikmatan ciptaan Tuhan, dan wajib menjaga alam
ciptaan-Nya. Lakukan hal-hal kecil seperti tidak membuang sampah sembarangan,
atau tidak membuat tindakan vandalisme yang hanya bisa merusak. Yang penting,
hormati alam, maka alam akan menyuguhkan kepada kita keindahan-keindahannya.
Dan yang terakhir, selalu bersyukur untuk hidup yang telah Tuhan percayakan
pada kita. Terima kasih.